SURABAYA, www.savehalmahera.com – Sabtu (14/6/2025), Situasi memanas menjelang eksekusi tahap ketiga rumah milik Laksamana (Purn) Soebroto Joedono di Jalan Dr. Soetomo No. 55 Surabaya. Ketegangan tak hanya menyangkut proses hukum, tetapi juga dipicu oleh pernyataan yang dianggap menyudutkan sejumlah organisasi masyarakat. Framing negatif yang disampaikan oleh kuasa hukum Handoko, yakni Reno Suseno, S.H., mendapat kecaman keras dari para tokoh ormas di Jawa Timur.
Dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh sejumlah media nasional, Reno mengimbau aparat kepolisian dan pengadilan agar tidak kalah oleh aksi yang ia sebut sebagai “premanisme”. Pernyataan itu sontak memicu reaksi keras dari berbagai pihak, khususnya GRIB Jaya Jatim, Komando 08, dan MAKI Jatim, yang selama ini menjadi garda depan penolakan eksekusi rumah tersebut.
Drg David, Pembina GRIB Jatim sekaligus Koordinator Wilayah MAKI Provinsi Jawa Timur, menyatakan keberatannya atas narasi yang dinilai sengaja membentuk opini negatif terhadap aksi damai ormas. Ia menegaskan bahwa tudingan premanisme sangat tidak berdasar dan melukai harga diri organisasi yang selama ini menyuarakan perlawanan terhadap praktik mafia tanah.
“Pernyataan itu jelas bentuk framing negatif. Saya siap menemui Reno Suseno secara langsung dan meminta klarifikasi atas ucapannya. Jangan lempar tuduhan tanpa dasar. Kami bukan preman, kami pejuang keadilan,” ujar Drg David dengan nada tegas.
Drg David menilai, pernyataan Reno tidak hanya merusak reputasi ormas, tapi juga secara tidak langsung merendahkan institusi Kepolisian dan Pengadilan Negeri Surabaya. Ia menyebut bahwa seolah-olah lembaga hukum tunduk pada tekanan massa, padahal penundaan eksekusi sebelumnya terjadi karena ada kejanggalan hukum yang belum tuntas.
Sikap senada disampaikan Heru Satriyo, S.Ip, Ketua MAKI Jatim. Ia menyatakan bahwa pihaknya malam ini juga telah menginstruksikan tim hukum MAKI untuk menelusuri keberadaan Reno Suseno dan menuntut pertanggungjawaban atas pernyataan yang dianggap tendensius tersebut.
“Kami akan datangi kantornya jika perlu. Klarifikasi itu penting untuk menjaga nama baik ormas dan LSM kami. Jangan ada pembusukan opini di ruang publik,” tegas Heru.
Pihak ormas juga menegaskan bahwa mereka siap hadir kembali dalam eksekusi tahap ketiga yang dijadwalkan pada 19 Juni 2025, sebagai bentuk konsistensi perjuangan melawan dugaan mafia tanah. Mereka berharap, proses hukum tetap dijalankan secara transparan, tanpa pengaruh opini-opini yang menyesatkan.
Situasi ini menunjukkan bahwa konflik di sekitar rumah Dr. Soetomo 55 tidak lagi sebatas urusan legalitas kepemilikan, tetapi sudah menyentuh aspek martabat dan integritas lembaga serta kelompok masyarakat. Publik kini menanti bagaimana penyelesaian konflik ini akan berjalan—melalui dialog dan klarifikasi, atau justru eskalasi yang lebih luas.
Pewarta : Nins