SURABAYA, www.savehalmahera.com – Kamis (19/6/2025), Eksekusi rumah yang beralamat di Jalan Dr. Soetomo No. 55, Surabaya, Kamis pagi (19/6/2025), menyulut kontroversi dan penolakan luas dari masyarakat. Rumah yang diketahui telah dihuni oleh satu keluarga selama 63 tahun itu menjadi sasaran eksekusi oleh Pengadilan Negeri Surabaya, meski penghuni disebut telah memenangkan sejumlah gugatan hukum sebelumnya.
Insiden ini tidak hanya memantik emosi warga sekitar, tetapi juga memicu keprihatinan dari dua organisasi sipil besar di Jawa Timur: Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB Jatim) dan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI Jatim). Kedua kelompok ini turun langsung ke lokasi untuk mengawal dan memantau proses eksekusi, serta menyuarakan penolakan terhadap apa yang mereka nilai sebagai bentuk ketidakadilan hukum.
Ketua GRIB Jatim, Achmad Miftachul Ulum, mengaku prihatin atas jalannya eksekusi. Ia menilai tindakan aparat yang datang dengan jumlah besar tidak mencerminkan prinsip proporsionalitas dan justru menciptakan intimidasi terhadap warga sipil.
“Bayangkan, rumah yang telah dihuni selama 63 tahun tiba-tiba dieksekusi dengan kekuatan penuh. Kami tidak hadir untuk memusuhi aparat, tapi untuk menuntut keadilan yang wajar dan berperikemanusiaan,” ujar Ulum di tengah aksi solidaritas.
Ulum juga menyinggung adanya tindakan represif dari aparat terhadap warga yang menolak eksekusi, termasuk dugaan pemukulan dan pembubaran paksa. Ia memastikan bahwa GRIB akan mengajukan laporan resmi ke Propam Polri dan meminta Komnas HAM menyelidiki kemungkinan pelanggaran hak asasi dalam peristiwa ini.
Sementara itu, Heru, dari MAKI Jatim, menyoroti aspek hukum yang menurutnya penuh kejanggalan. Ia menjelaskan bahwa penghuni rumah tersebut telah memenangi beberapa kali perkara atas hak kepemilikan, namun tiba-tiba rumah bisa dieksekusi begitu saja, bahkan tanpa proses pemberitahuan yang layak.
“Terakhir dipanggil pagi ini, lalu langsung dieksekusi. Ini bukan hanya janggal, tapi berpotensi jadi preseden buruk dalam sistem peradilan. Apakah rumah yang telah dihuni selama puluhan tahun bisa begitu saja diambil dengan dalih putusan baru?” tegas Heru.
MAKI berencana mengajukan permohonan hukum lanjutan untuk membatalkan eksekusi serta meminta evaluasi terhadap hakim yang mengeluarkan perintah tersebut. Heru menyebut, ada indikasi kuat manipulasi proses hukum yang merugikan warga sipil dan mencederai rasa keadilan publik.
Ketegangan sempat terjadi di lokasi eksekusi, namun situasi berhasil dikendalikan setelah GRIB dan MAKI menyerukan agar massa tetap tenang dan tidak terprovokasi. Meski begitu, peristiwa ini telah menjadi perhatian luas dan memunculkan pertanyaan serius terkait keberpihakan hukum dalam kasus sengketa kepemilikan tanah dan rumah.
Masyarakat kini menantikan tindak lanjut dari lembaga-lembaga terkait, termasuk Komnas HAM, Mahkamah Agung, dan aparat pengawas internal Polri, untuk memastikan bahwa proses hukum tidak dijalankan dengan cara-cara yang menindas dan mencederai hak-hak warga negara.
Pewarta : Nins