HALSEL, www.savehalmahera.com – Aktivitas tambang emas ilegal di Kecamatan Obi Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, semakin marak dan merajalela dalam beberapa tahun terakhir. Khususnya, kegiatan penambangan di Desa Soasangaji dan Manatahang telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan tambang emas ilegal ini tidak hanya mengancam kelestarian alam, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat dan merusak ekosistem lokal.
Menurut data yang diperoleh, aktivitas penambangan emas ilegal di wilayah tersebut melibatkan sekitar 200 pengusaha gurandil (penambang tradisional) yang menggunakan alat berat dan merkuri dalam proses pemisahan emas dari bijih. Penggunaan merkuri yang tidak terkontrol dengan baik menyebabkan dampak pencemaran yang sangat serius, terutama terhadap kualitas air dan tanah di sekitar lokasi tambang. Selain itu, kerusakan hutan dan lahan akibat pembukaan area tambang juga semakin meluas, menghancurkan habitat alami flora dan fauna, serta mengancam keberagaman hayati yang ada di Pulau Obi.
Menurut Ketua Studi Lingkungan Universitas Pattimura Ambon, DR. Ir. Abraham H. Tulalessy, M.Si, dalam wawancaranya dengan media, kegiatan tambang emas ilegal ini telah berlangsung selama empat tahun dengan penggunaan merkuri yang mencapai jumlah yang sangat besar.
“Terdapat ratusan kilogram merkuri yang digunakan oleh para gurandil dalam proses pengolahan bijih emas. Ini tentu saja menyebabkan pencemaran yang luar biasa bagi lingkungan sekitar,” ungkapnya.
Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh tambang emas ilegal ini juga berdampak pada kualitas air. Sumber-sumber air yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan sehari-hari tercemar oleh merkuri dan bahan kimia lainnya yang digunakan dalam proses pengolahan emas. Ini berisiko tinggi bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak dan ibu hamil, yang sangat rentan terhadap keracunan merkuri yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan saraf dan sistem kekebalan tubuh.
Selain itu, kerusakan hutan akibat penebangan pohon untuk membuka lahan tambang semakin memprihatinkan. Hutan yang merupakan sumber kehidupan bagi banyak spesies flora dan fauna kini berkurang drastis, yang mengarah pada hilangnya habitat alami serta menurunnya kualitas udara dan iklim lokal. Deforestasi yang terjadi juga meningkatkan risiko terjadinya erosi tanah dan banjir, yang semakin memperburuk kondisi lingkungan.
Lebih jauh lagi, meskipun kegiatan tambang ilegal ini memberikan keuntungan ekonomi jangka pendek bagi sebagian masyarakat, dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan jauh lebih besar. Oleh karena itu, perlu adanya upaya serius dari pemerintah dan masyarakat untuk menanggulangi masalah ini. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku tambang ilegal, serta penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak buruk dari pencemaran merkuri dan kerusakan lingkungan harus dilakukan secara konsisten.
Dalam upaya menyelamatkan lingkungan di Pulau Obi, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, serta lembaga pendidikan seperti Universitas Pattimura menjadi kunci. Pemerintah juga diharapkan dapat menyediakan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan penambangan emas.
Dengan langkah-langkah yang tepat dan kerjasama yang baik, diharapkan kerusakan lingkungan akibat tambang emas ilegal di Maluku Utara dapat diminimalisir, dan keberlanjutan lingkungan serta kesehatan masyarakat dapat terjaga dengan baik.
(Tim/Red)