JAWA TIMUR, www.savehalmahera.com – Peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 semakin menyentil kenyataan pahit yang dihadapi oleh kaum pekerja di Indonesia, terutama di sektor-sektor industri yang paling terdampak oleh meningkatnya impor barang. Meskipun Indonesia memiliki potensi industri yang besar, kebijakan impor yang longgar telah membuat banyak sektor industri lokal kesulitan bersaing, sehingga berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jawa Timur, H. Puguh Pamungkas, menegaskan bahwa kebijakan impor yang tidak terkontrol telah menyebabkan banyak buruh kehilangan pekerjaan. “Di tengah ketegangan ekonomi global, ketika pemerintah membuka pintu lebar-lebar untuk impor, sektor-sektor yang berbasis padat karya, seperti tekstil, garmen, dan produk rumah tangga, justru mengalami stagnasi. Buruh menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya,” ujarnya.
Menurut Puguh, data BPS menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang terdampak PHK pada 2024 mencapai hampir 80.000 orang, dengan sektor industri tekstil dan garmen menjadi yang paling parah. Hal ini disebabkan oleh barang-barang impor yang lebih murah dan sulit bersaing dengan produk lokal. Regulasinya yang mempermudah impor, seperti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, membuat industri lokal semakin terpuruk.
“Impor yang semakin meluas menekan daya saing produk lokal. Sementara itu, buruh yang bekerja di sektor tersebut harus merasakan kenyataan pahit, yakni kehilangan mata pencaharian mereka. Kebijakan ini jelas tidak berpihak pada buruh dan rakyat Indonesia,” ujar Puguh.
Selain itu, Puguh juga menyoroti rendahnya insentif bagi industri dalam negeri untuk berinvestasi dalam teknologi dan inovasi, yang mengakibatkan produk lokal kesulitan untuk bersaing di pasar domestik, apalagi pasar internasional. Pemerintah dinilai kurang responsif terhadap permasalahan ini, yang berujung pada menurunnya kualitas lapangan kerja dan memperburuk kemiskinan di sektor industri.
“Pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan impor yang merugikan industri dalam negeri. Jangan sampai kebijakan ini hanya menguntungkan pihak luar dan merugikan buruh Indonesia. Kami mendesak adanya kebijakan yang dapat melindungi industri lokal dan menciptakan lapangan kerja yang layak,” tegas Puguh.
Dengan kondisi tersebut, peringatan Hari Buruh tahun ini seharusnya menjadi momen refleksi bagi semua pihak untuk memperjuangkan nasib buruh, yang tidak hanya memerlukan pekerjaan, tetapi juga perlindungan dari kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan mereka.
Puguh mengakhiri dengan mengingatkan bahwa untuk menciptakan kesejahteraan yang merata, kebijakan ekonomi harus berpihak pada kepentingan rakyat, bukan hanya pada kelompok tertentu. “Di tengah tekanan impor, buruh harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan ekonomi,” pungkasnya.
Pewarta : Leny